TUGAS INDIVIDU
PENGAWASAN MUTU INDUSTRI PETERNAKAN
BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK MEMPERPANJANG
DAYA SIMPAN MAKANAN OLAHAN ATAU PAKAN
Oleh :
APRISAL NUR
I111 11 369
I111 11 369
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam suatu industri khususnya
industri pakan, tentunya tidak lepas dari yang namanya pengawetan. Pengawetan
makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat pakan memiliki daya simpan
yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia makanan. Dalam
melakukan pengawetan pakan perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu jenis bahan
makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan yang dipilih dan
daya tarik produk pengawetan makanan.
Cara pengawetan yang baik tentunya
akan menentukan kualitas dari pada produk yang ditawarkan kepasaran. Berbagai
macam cara yang dilakukan atau metode pengawetan. Secara garis besarnya dibagi
kedalam tiga bagian yaitu pengawetan biologi, pengawetan kmiawi dan pengawetan
fisika.
Diantara berbagai teknik pengawetan
salah satu yang sangat berperan setelah produksi adalah pengemasan, pengemasan
merupakan hal yang sangat penting karena produk yang diedarkan kepasaran harus
sampai dengan utuh, aman dan tidak ada perubahan dalam hal kandungan produk
tersebut. Hal inlah yang melatarbelakangi penulisan makalah atau paper ini
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengawetan Makanan
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan
memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik dan kimia
makanan. Dalam melakukan pengawetan makanan perlu memperhatikan beberapa hal,
yaitu jenis bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara
pengawetan yang dipilih dan daya tarik produk pengawetan makanan.
B. Tujuan Pengawetan Makanan
Pengawetan
makanan bertujuan untuk:
·
Memperpanjang umur simpan bahan makanan (lamanya
suatu produk dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan);
·
Mempertahankan sifat fisik dan kimia bahan makanan;
·
Mencegah atau memperlambat laju proses
dekomposisi (autolisis) bahan makanan;
·
Mencegah pertumbuhan mikroba yang menggunakan
pangan sebagai substrat untuk memproduksi toksin didalam pangan;
·
Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor
lingkungan termasuk serangan hama;
·
Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial,
dilakukan dengan cara:
·
Mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan
aseptis);
·
Mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan
proses filtrasi;
·
Menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme
misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi
anaerobik atau penggunaan pengawet kimia;
·
Membunuh mikroorganisme, misalnya dengan
sterilisasi dan radiasi;
C. Cara-Cara Pengawetan makanan
Pengawetan
makanan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
Pengawetan
makanan secara Biologi
Pengawetan
makanan secara Kimia
Pengawetan
makanan secara Fisika
1. Pengawetan makanan secara Biologi meliputi:
a). Dengan
Fermentasi
Pengawetan secara biologis, misalnya peragian (fermentasi) adalah
proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen).
Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan
tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi
sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron
eksternal.
Gula adalah
bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah
etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat
juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal
sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol
dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Contoh makanan dengan
pengawetan fermentasi adalah yoghurt, mengawetkan susu dengan cara fermentasi
menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus.Aktivitas fermentasi dari kedua spesies bakteri tersebut dapat
menurunkan pH susu sapi, sehingga dapat menghambat aktivitas bakteri proteilitik
yang bersifat tidak asam. Lactobacillus bulgaricus ini hidup
dari “memakan” laktosa (gula susu) dan mengeluarkan asam laktat. Asam ini
sekaligus mengawetkan susu dan mendegradasi laktosa (gula susu). Asam laktat
yang dihasilkan selama proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan kapang dan
khamir.
2. Pengawetan
makanan secara Kimia meliputi:
Penambahan
bahan kimia, misalnya asam sitrat, garam, gula
Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan
makanan dari serangan mikroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap,
manis. Contoh beberapa jenis zat kimia: cuka, asam asetat, fungisida,
antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan
growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan
pasca panen untuk memperpanjang kesegaran masa pemasaran. Nitogen cair sering
digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan
kesegaran dan rasanya yang nyaman.
Pengawetan bahan makanan secara kimia menggunakan bahan-bahan kimia, seperti
gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam
sitrat, garam sulfat, dan lain-lain. Proses pengasapan juga termasuk cara kimia
sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan.
Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan kimia
dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat berkembang biaknya
mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi (Aka, 2008).
Pengasaman
Pengasaman adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara
diberi asam dengan tujuan untuk mengawetan melalui penurunan derajat pH
(mengasamkan) produk makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk. Pengasaman makanan dapat dilakukan dengan jalan penambahan asam secara
langsung misalnya asam propionate, asam sitrat, asam asetat, asam
benzoat dll atau penambahan makanan yang bersifat asam seperti tomat.
Contoh produk yang dihasilkan melalui pengasaman acar/khimchi
Acar pada
dasarnya terbuat dari sayur-sayuran yang di tambahkan asam cuka untuk
pengawetan. Mikroba yang dapat merusak makanan tidak dapat hidup pada makanan.
Karena adanya asam cuka menyebabkan konsentrasi menjadi tinggi, terjadinya
difusi osmosis sehingga mikroba akan mati.
Pengasinan
Cara ini
dengan menggunakan bahan NaCl atau yang kita kenal sebagai garam dapur untuk
mengawetkan makanan. Teknik ini disebut juga dengan sebutan penggaraman. Garam
dapur memiliki sifat yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan
mikroorganisme perusak atau pembusuk makanan. Contohnya seperti ikan asin yang
merupakan paduan antara pengasinan dengan pengeringan
Penggaraman
adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara memberi garam dengan
tujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan enzim-enzim khususnya yang
merusak daging dan ikan. Selain itu penggaraman mengakibatkan cairan yang ada
dalam tubuh ikan mengental serta kadar proteinnya menggumpal dan daging ikan
mengkerut.
Proses
penggaraman biasanya diikuti oleh proses pengeringan untuk menurunkan lebih
lanjut kadar air yang ada dalam daging ikan, proses penggaraman dipengaruhi
oleh ukuran butiran garam (ukuran yang baik 1 – 5 mm), ukuran ikan (semakin
besar ikan semakin banyak garam yang dibutuhkan) dan kemurnian garam (garam
yang baik adalah garam murni/Nacl).
Pemanisan
Pemanisan
makanan yaitu dengan menaruh atau meletakkan makanan pada medium yang
mengandung gula dengan kadar konsentrasi sebesar 40% untuk menurunkan kadar
mikroorganisme. Jika dicelup pada konsenstrasi 70% maka dapat mencegah
kerusakan makanan.
Penambahan
gula adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara pemberian gula
dengan tujuan untuk mengawetan karena air yang ada akan mengental pada akhirnya
akan menurunkan kadar air dari bahan pangan tersebut. Konsentrasi gula
yang ditambahkan minimal 40% padatan terlarut sedangkan di bawah itu tidak
cukup untuk mencegah kerusakan karena bakteri, apabila produk tersebut disimpan
dalam suhu kamar atau normal (tidak dalam suhu rendah). Contoh makanan dengan
pengawetan pemanisan adalah manisan buah.
Manisan buah
adalah buah-buahan yang direndam dalam larutan gula selama beberapa waktu.
Teknologi membuat manisan merupakan salah satu cara pengawetan makanan yang
sudah diterapkan sejak dahulu kala. Perendamanan manisan akan membuat kadar
gula dalam buah meningkat dan kadar airnya berkurang. Keadaan ini akan
menghambat pertumbuhan mikroba perusak sehingga buah akan lebih tahan lama.
Pada awalnya
manisan dibuat dengan merendam pada larutan gula hanya untuk mengawetkan. Ada
beberapa buah yang hanya dipanen pada musim-musim tertentu. Saat musim itu,
buah akan melimpah dan kelebihannya akan segera membusuk apabila tidak segera
dikonsumsi. Untuk itu manusia mulai berpikir untuk mengawetkan buah dengan
membuat manisan. Manisan juga dibuat dengan alasan memperbaiki cita rasa buah
yang tadinya masam menjadi manis.
3. Pengawetan
makanan secara Fisika, meliputi
a. Pengeringan
Mikroorganisme
menyukai tempat yang lembab atau basah mengandung air. Jadi teknik pengeringan
membuat makanan menjadi kering dengan kadar air serendah mungkin dengan cara
dijemur, dioven, dipanaskan, dan sebagainya. Semakin banyak kadar air pada
makanan, maka akan menjadi mudah proses pembusukan makanan. Proses pengeringan
akan mengeluarkan air dan menyebabkan peningkatan konsentrasi padatan terlarut
didalam bahan makanan. Kondisi ini akan meningkatkan tekanan osmotik di dalam
bahan, sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat laju
reaksi kimia maupun enzimatis.
Pengeringan
adalah suatu proses pengolahan yang dilakukan dengan cara dijemur atau dioven
dengan tujuan untuk mengawetkan makanan dengan jalan menurunkan kadar
air/aktivitas air (aw) sampai kadar 15% – 20% karena bakteri tidak dapat tumbuh
pada nilai aw dibawah 0,91 dan jamur tidak dapat tumbuh pada aw dibawah 0,70 –
0,75. Makanan yang dikeringkan mengandung nilai gizi yang rendah karena
vitamin-vitamin dan zat warna rusak, akan tetapi kandungan protein,
karbohidrat, lemak dan mineralnya tinggi.
Pada umunya
bahan makanan yang dikeringkan berubah warnanya menjadi coklat yang disebut
reaksi browning (pencoklatan). Reaksi ini dapat dibatasi dengan
menambahkan belerang yang bersifat pemucat, juga dapat mengurangi jumlah
mikroba dan menonatifkan enzim yang dapat menyebabkan browning. Belerang ini
dapat menimbulkan karat pada kaleng, sehingga produk pangan yang diolah dengan
belerang sebaiknya dikemas menggunakan kemasan gelas atau plastik. Contoh
produk dari hasil pengeringan yaitu dendeng ikan (dalam pengolahannya mengalami
proses curing/penambahan bumbu yang bertujuan untuk mengawetkan, memperbaiki
rasa, warna dan kekerasan daging.
Menurut
Syamsir (2008) pengawetan makanan dapat bersifat jangka pendek dan jangka
panjang. Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya
penanganan aseptis, penggunaan suhu rendah (< 20°C), pengeluaran sebagian
air bahan, perlakuan panas ringan, mengurangi keberadaan udara, penggunaan
pengawet dalam konsentrasi rendah.
Penanganan
aseptis merupakan proses penanganan yang dilakukan dengan mencegah masuknya
kontaminan kimiawi dan mikroorganisme kedalam bahan makanan, atau mencegah
terjadinya kontaminasi pada tingkat pertama. Penanganan produk dilakukan untuk
mencegah kerusakan produk yang bisa menyebabkan terjadinya pengeringan (layu),
pemecahan enzim alami dan masuknya mikroorganisme. Adapun keuntungan dan
kerugian dari pengawetan dengan cara dikeringkan yaitu:
Keuntungan
dari pengeringan bahan makanan:
·
Bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan
menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutran dan
pengepakan
·
Berat bahan menjadi berkurang sehingga
memudahkan transport
·
Biaya produksi menjadi lebih murah
Kerugian dari
pengeringan bahan makanan:
·
Sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat
berubah misalnya : bentuknya, sifat-sifat, fisik dan kimianya, penurunan mutu
dan lain-lain.
·
Beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan
sebelum dipakai misalnya harus dibasahkan kembali (rehidratasi) sebelum
digunakan
b. Pemanasan
Pemanasan
dengan suhu rendah
Blansir
(Blanching)
Blansir
adalah proses pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari 1000C selama
beberapa menit dengan menggunakan air panas atau uap air panas. Contoh blansir
misalnya mencelupkan sayuran atau buah di dalam air mendidih selama 3 sampai 5
menit atau mengukusnya selama 3 sampai 5 menit. Tujuan blansir terutama adalah
untuk menginaktifkan enzim yang terdapat secara alami di dalam bahan pangan,
misalnya enzim polifenolase yang menimbulkan pencoklatan.
Blansir
umumnya dilakukan jika bahan pangan akan dibekukan atau dikeringkan. Sayuran
hijau yang diberi perlakuan blansir sebelum dibekukan atau dikeringkan mutu
warna hijaunya lebih baik dibandingkan dengan sayuran yang tidak diblansir
terlebih dahulu. Dalam pengalengan sayuran dan buah-buahan blansir juga
bertujuan untuk menghilangkan gas dari dalam jaringan tanaman, melayukan
jaringan tanaman agar dapat masuk dalam jumlah lebih banyak dalam kaleng,
menghilangkan lendir dan memperbaiki warna produk.
Pasteurisasi
Pasteurisasi
adalah proses pemanasan yang dilakukan dengan tujuan untuk membunuh mikroba
patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri,
diare dan penyakit perut lain. Panas yang diberikan pada pasteurisasi harus
cukup untuk membunuh bakteri-bakteri patogen tersebut, misalnya pasteurisasi
susu harus dilakukan pada suhu 600C selama 30 menit. Pada suhu 600C selama 30
menit setara dengan pemanasan pada suhu 720C selama 15 detik. Pasteurisasi yang
terakhir ini sering disebut dengan proses HTST (High Temperature Short Time)
atau pasteurisasi dengan suhu tinggi dalam waktu singkat. Disamping pada produk
susu, pasteurisasi juga umumnya dilakukan pada produk sari buah-buahan asam.
Satu hal yang
penting adalah pasteurisasi hanya bakteri patogen saja yang dibunuh, sedangkan
bakteri lain yang lebih tahan panas bisa saja masih terdapat hidup dalam bahan
pangan yang dipasteurisasi. Dengan demikian, meskipun bakteri ini tidak
menimbulkan penyakit tetapi jika tumbuh di dalam produk pangan dapat
menyebabkan kerusakan/kebusukan. Oleh karena itu, produk-produk yang sudah
dipasteurisasi harus disimpan di lemari es sebelum digunakan dan tidak boleh
berada pada suhu kamar karena sebagian mikroba yang masih hidup dapat
melangsungkan pertumbuhannya. Di dalam lemari es masa simpan produk
pasteurisasi seperti keju yang terbuat dari susu atau sari buah umumnya hanya 2
minggu.
Pemanasan
dengan suhu tinggi
Sterilisasi
Pemanasan
dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya
tidak asam atau lebih dikenal dengan bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong
bahan pangan berasam rendah adalah bahan pangan yang memiliki pH lebih besar
dari 4,5, misalnya seluruh bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur dan
ikan, beberapa jenis sayuran seperti buncis dan jagung.
Bahan pangan
berasam rendah memiliki resiko untuk mengandung spora bakteri Clostridium
botulinum yang dapat menghasilkan toksin mematikan jika tumbuh di dalam
makanan kaleng. Oleh karena itu, spora ini harus dimusnahkan dengan pemanasan
yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu di atas
1000C, umumnya sekitar 121,10C dengan menggunakan uap air selama waktu tertentu
dengan tujuan untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk spora
bakteri Clostridium botulinum. Dengan demikian, sterilisasi komersial ini
hanya digunakan untuk mengolah bahan pangan berasam rendah di dalam kaleng,
seperti kornet, sosis dan sayuran dalam kaleng. Susu steril dalam kotak adalah
contoh produk lain yang diproses dengan sterilisasi komersial. Tetapi prosesnya
berbeda dengan pengalengan. Susu steril dalam kotak diproses dengan pengemasan
aseptik yaitu suatu proses sterilisasi kontinyu dimana produk susu yang sudah
disterilkan dimasukkan ke dalam kotak yang sudah disterilkan dalam lingkungan
yang juga aseptik. Proses pengemasan aseptik umumnya digunakan untuk
sterilisasi komersial produk-produk yang bentuknya cair.
Pemanasan
pada suhu tinggi contohnya adalah pengalengan pangan. Dalam proses ini, suhu
dan waktu proses ditetapkan sedemikian rupa sehingga kombinasinya dapat
membunuh spora bakteri yang paling tahan panas. Tidak semua bahan pangan
membutuhkan panas yang sama untuk sterilisasi, tergantung pada jenis pangannya,
wadah yang digunakan dan isi kalengnya apakah mengandung banyak cairan atau
tidak. Pemanasan pada suhu tinggi yang dilakukan bersama-sama dengan pengemasan
yang bisa mencegah rekontaminasi, dapat menghambat/merusak mikroorganisme dan
enzim.
c. Pengeluaran
Udara (Oksigen)
Penghilangan
udara akan mengeluarkan semua oksigen sehingga mencegah berlangsungnya reaksi
kimiawi dan enzimatis yang dipicu oleh oksigen, juga menghambat pertumbuhan
mikroorganisme aerobik.
d. Pendinginan
Teknik ini
adalah teknik yang paling terkenal karena sering digunakan oleh masyarakat umum
di desa dan di kota. Konsep dan teori dari sistem pendinginan adalah memasukkan
makanan pada tempat atau ruangan yang bersuhu sangat rendah. Untuk mendinginkan
makanan atau minuman bisa dengan memasukkannya ke dalam kulkas atau lemari es
atau bisa juga dengan menaruh di wadah yang berisi es.
Biasanya para
nelayan menggunakan wadah yang berisi es untuk mengawetkan ikan hasil
tangkapannya. Di rumah-rumah biasanya menggunakan lemari es untuk mengawetkan
sayur, buah, daging, sosis, telur, dan lain sebagainya. Suhu untuk mendinginkan
makanan biasanya bersuhu 150C. Sedangkan agar tahan lama biasanya disimpan pada
tempat yang bersuhu 0 sampai -4 derajat celsius.
e. Pengalengan
Pengalengan
merupakan penerapan dari pengawetan dengan mempergunakan suhu tinggi.
Pengalengan ini ditemukan pertama kali oleh Nicholas Appert untuk memenuhi
keinginan Napoleon agar makanan yang dikirimkan untuk tentaranya yang berada
jauh tidak lekas membusuk. Kemudian disusul dengan penggunaan tabung uap yang
memberikan kemungkinan untuk menambah atau menaikkan suhu serta mempercepat
waktu pemrosesan dengan hasil yang lebih baik.
Sistem yang
satu ini memasukkan makanan ke dalam kaleng alumunium atau bahan logam lainnya,
lalu diberi zat kimia sebagai pengawet seperti garam, asam, gula dan
sebagainya. Bahan yang dikalengkan biasanya sayur-sayuran, daging, ikan,
buah-buahan, susu, kopi, dan banyak lagi macamnya. Tehnik pengalengan termasuk
paduan teknik kimiawi dan fisika. Teknik kimia yaitu dengan memberi zat
pengawet, sedangkan fisika karena dikalengi dalam ruang hampa udara.
Proses
pengalengan yang ditujukan untuk pengawetan jangka panjang, dilakukan dengan
melibatkan proses pengeluaran udara, pengemasan, pengaturan pH dan penggunaan
suhu tinggi (sterilisasi). Juga penting diperhatikan penggunaan atau wadah
(container) dan kemasan yang dapat melindungi produk dari mikroorganisme untuk
menghindari terjadinya rekontaminasi selama penyimpanan.
f. Teknik
Iradiasi
Iradiasi
pangan adalah suatu teknik pengawetan pangan dengan menggunakan radiasi
ionisasi secara terkontrol untuk membunuh serangga, kapang, bakteri, parasit
atau untuk mempertahankan kesegaran bahan pangan. Sinar gamma, sinar x, ultra
violet dan elektron yang dipercepat (accelerated electron) memiliki cukup
energi untuk menyebabkan ionisasi. Pangan diiradiasi dengan berbagai tujuan: menghambat
pertunasan (sprouting, misalnya pada kentang), membunuh parasit Trichinia
(daging babi), mengontrol serangga dan meningkatkan umur simpan (sayur dan
buah), sterilisasi (rempah), mengurangi bakteri patogen (daging). Iradiasi
merupakan proses ‘dingin’ (tidak melibatkan panas) sehingga hanya menyebabkan
sedikit perubahan penampakan secara fisik dan tidak menyebabkan perubahan warna
dan tekstur bahan pangan yang diiradiasi. Perubahan kimia yg mungkin terjadi
adalah penyimpangan flavor dan pelunakan jaringan. Selama proses iradiasi,
produk pangan menyerap radiasi. Radiasi akan memecah ikatan kimia pada DNA dari
mikroba atau serangga kontaminan. Organisme kontaminan tidak mampu memperbaiki
DNAnya yang rusak sehingga pertumbuhannya akan terhambat. Pada iradiasi pangan,
dosis iradiasi tidak cukup besar untuk menyebabkan pangan menjadi radioaktif.
DAFTAR PUSTAKA
Sofnowandi.
2012. Pengawetan makanan. Http://safnowandi.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 7 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar